Fani Sitanggang Ungkap Konflik Rumah Tangga Dosen Dr. Tiromsi Sitanggang dan Korban Rusman Maralen Situngkir dalam Sidang Dugaan Pembunuhan
#SUARA-DEMOKRASI.COM #MEDAN #SUMUT
SUARA-DEMOKRASI.COM - MEDAN - Fani Sitanggang, saksi kunci dalam kasus dugaan pembunuhan yang menyeret nama oknum dosen, Dr. Tiromsi Sitanggang, membeberkan fakta mengejutkan di persidangan. Ia menyebut bahwa hubungan antara terdakwa Tiromsi Sitanggang dan suaminya, Rusman Maralen Situngkir, kerap diwarnai pertengkaran hebat.
Menurut Fani, yang juga merupakan karyawan di kantor Notaris milik Tiromsi, terdakwa sering memperlakukan korban dengan kasar, bahkan sampai hal-hal kecil yang dianggap menyakitkan secara emosional. "Terdakwa sering memarahi korban. Mereka kerap terlibat cek-cok. Bahkan, pernah korban hanya diberi makan nasi putih saja oleh terdakwa," ungkap Fani di hadapan majelis hakim.
Namun, pernyataan Fani tersebut langsung dibantah oleh Tiromsi Sitanggang di ruang sidang. Membela diri, Tiromsi tidak mengakui adanya pertengkaran dengan suaminya sebagaimana yang disampaikan saksi.
Terkait bantahan tersebut, Kuasa Hukum keluarga korban, Ojahan Sinurat, SH, menegaskan bahwa terdakwa memiliki hak untuk menyanggah. Namun, ia menekankan bahwa kesaksian dari beberapa saksi yang sudah dihadirkan sebelumnya juga menguatkan bahwa konflik rumah tangga memang sering terjadi. “Sampai sekarang terdakwa tidak mengakui mereka sering cek-cok. Silakan saja membantah, tapi dia harus bisa membuktikannya dengan menghadirkan saksi-saksi,” tegas Ojahan Sinurat.
Lebih jauh, Fani menceritakan kronologi kejadian di hari nahas tersebut. Sejak pukul 08.00 WIB, Fani sudah berada di kantor dan beberapa kali dimintai tolong oleh terdakwa, mulai dari membeli air galon, memperbaiki resleting celana, hingga mengambil sertifikat ke Kampus Sari Mutiara Medan.
“Jam 8 pagi saya datang ke kantor. Disuruh beli air galon, tapi karena belum ada, saya kembali sekitar jam 9. Disuruh beli lagi, saya pun membeli. Saat itu, sopir terdakwa, Gripa Sihotang, datang. Saya tanya apakah disuruh ibu datang, dan dia bilang iya. Tapi saat saya kembali beli galon jam 09.30, Gripa sudah tidak ada lagi. Saat saya mengganti galon, saya lihat korban masih lalu lalang di dapur. Lalu sekitar pukul 10.30, saya disuruh memperbaiki resleting celana terdakwa. Tapi saat kembali, pintu kantor sudah terkunci dan dililit rantai,” jelas Fani rinci.
Tak lama kemudian, Fani diminta mengambil sertifikat ke Kampus Sari Mutiara Medan. Namun setibanya di sana, petugas kampus mengaku tidak tahu-menahu soal sertifikat tersebut. Saat hendak menghubungi Tiromsi, justru terdakwa lebih dulu menelepon dan menyuruh Fani segera kembali ke kantor.
Sesampainya di kantor, Fani mendapati kondisi kantor sudah sepi. Terdakwa dikabarkan sedang mengantar korban ke rumah sakit. Saksi kemudian mendapat informasi bahwa korban meninggal dunia karena kecelakaan. Untuk memastikan kabar tersebut, Fani bertanya ke pemilik grosir dekat rumah korban. Usai mencari informasi, Fani kembali ke kantor.
Beberapa saat kemudian, datang seorang pria bernama Jeremiah yang diutus terdakwa. Bersama Jeremiah, Fani membantu membereskan rumah terdakwa menjelang kedatangan jenazah korban. Namun hingga pukul 18.00 WIB, jenazah belum juga tiba di rumah duka, sehingga Fani akhirnya pulang ke rumah.
Dalam sidang yang sama, dua orang saksi lain dari Dinas Pertanian, yakni Maranatha dan Umar, turut memberikan keterangan. Keduanya mengaku sempat pergi bersama terdakwa dan sopir Gripa Sihotang untuk meninjau lahan pertanian di kawasan Paribuntoba yang rencananya akan ditanami kentang. Menurut mereka, selama perjalanan dan saat di lokasi, tidak ada sikap atau tindakan mencurigakan yang diperlihatkan oleh terdakwa maupun sopirnya.